JAKARTA, Bratapos.com – Pemerintah dan DPR telah mencabut subsidi bagi 19 juta pelanggan listrik kategori 900 VA. Alasan yang dikemukakan pemerintah melalui PLN/Kementerian ESDM , mereka ini tidak termasuk dalam daftar masyarakat miskin yang dibuat oleh Kementerian Sosial.
Oleh karena itu mereka dinyatakan sebagai masyarakat mampu oleh PLN/Kementerian ESDM . Kalau masyarakat mampu maka tidak berhak untuk mendapatkan subsidi , oleh karena itu subsidinya harus dicabut .
Pencabutan subsidi listrik itu menuai kritikan tajam. Analis Abdul Rahim K dan Sjafril Sjofyan angkat suara. Rahim mengatakan, awal tahun 2016 , mereka masih dikenai tarif Rp 585/kwh. Namun secara bertahap telah dicabut subsidinya dan sekarang tarifnya menjadi Rp 1352/kwh dan pada 1 Juli 2017 nanti menjadi Rp 1450 / kwh atau 248 persen dari tarif pada awal 2016 .
Dan PLN/pemerintah menghemat subsidi sebesar Rp 15,44 triliun, atau dengan kata lain masyarakat pelanggan 900 VA yang sebenarnya termasuk golongan masyarakat nyaris miskin tetapi dianggap sebagai masyarakat mampu.
“Maka mereka menyerahkan uang sebesar Rp 15,44 triliun setiap tahun (apabila tarifnya tidak naik lagi) kepada PLN/Pemerintah akibat adanya pencabutan subsidi itu,” kata Abdul Rahim dalam rilisnya yang diviral di media sosial, Jumat (30/7/2017).
Namun, kata Rahim, PLN sebenarnya mampu melakukan efesiensi. Berdasarkan hitungan yang pernah dibuat, PLN akan bisa menghemat hingga Rp 60 triliun. Angka ini jauh lebih besar dari mengambil uang rakyat miskin yang hanya Rp 15 triliun lebih itu.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Sjafril Sjofyan langsung menuding wakil rakyat di DPR RI gagal memperjuangkan kepentingan rakyat, karena menyetujui pencabutan subsidi listrik bagi masyarakat pelanggan 900VA.
Menurut Sjafril, kegagalan DPR-RI terlihat dari efisiensi PLN yang tidak pernah diawasi dan audit PLN Forensik tidak pernah dilakukan. Yang ada hanya menyetujui saja pencabutan subsidi.
“Kegagalan Fraksi di DPR RI merupakan kegagalan partai-partai. Karena tak mampu memperjuangkan kesejahteran rakyat. Terlihat dari persetujuannya mencabut subsidi listrik bagi golongan bawah,” katanya, Jumat (30/6/2017).
Sjafril menambahkan, definisi pembangunan listrik seharusnya merupakan infrastruktur yang merupakan tanggung jawab pemerintah. Artinya subsidi wajib dilakukan pemerintah sesuai UUD 45 yang asli.
Listrik bukan merupakan komoditi yang harus mencari keuntungan (2016 PLN untung bersih Rp 10,5 triliun, sementara pemerintah mendapatkan pajak Rp 5 triliun).
Dikatakan, Harga Listrik di Asean termahal di Indonesia, dibanding Malaysia bahkan dari USA, padahal pendapatan perkapita rakyat Indonesia 1/ 5 dari pendapatan rakyat Malaysia dan 1/10 dari rakyat USA.
“Masih perlukah DPR RI menjadi wakil rakyat, sementara mereka lebih mementingkan kepentingan partai dan sebagian tidak malu malu korupsi berjamaah,” katanya.
Sjafril pun mencermati adanya pemikiran jika DPR RI sebaiknya dibubarkan, kalau tidak lagi menyuarakan kepentingan rakyat, terutama rakyat miskin. (* jaa)