SURABAYA, BrataPos.com – Setelah Rumah Siar Barisan Perjuangan Rakyat Indonesia yang lebih dikenal dengan rumah perjuangan radio Bung Tomo, yang terletak di Jalan Mawar 10 diratakan oleh Jayanata dan dibiarkan oleh Pemerintah Kota Surabaya, kali ini yang menjadi target penghancuran adalah masjid Assakinah yang terletak di komplek cagar budaya balai Pemuda Surabaya.
Kali ini yang menghancurkan adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Surabaya, Armuji, atas nama pembangunan gedung dewan dengan kapasitas 4 lantai. Lagi-lagi juga, pemerintah kota Surabaya juga melakukan pembiaran.
Penghancuran masjid Assakinah menunjukkan betapa keroposnya rasa dan moralitas para pemimpin kota ini, baik DPRD nya maupun Walikota beserta jajarannya. Sehingga penghancuran masjid Assakinah yang bernilai sejarah bagi para “ alumninya “ menyisakan persoalan yang mendalam.
Yusron, seniman Surabaya yang merupakan adik kandung Cak Nun, mengatakan bahwa “ Bu Risma memang dikenal sebagai tokoh kelas internasional, dikenal diseluruh jagat sebagai pemimpin merakyat, namun sayangnya beliau tidak pernah singgah dan sholat berjamaah ditempat itu, sehingga beliau tidak pernah merasakan dan mengetahui bahwa dari sanalah tokoh-tokoh besar suka bicara keindahan, bicara peradapan serta bicara perubahan yang meletakkan dasar moral dan rasa sebagai pijakan, Almarhum Leo Kristi, Wiek Herwiyatmo, guru aktifis Surabaya, Sabrot Malioboro, tokoh budaya Surabaya, Pemimpin pergerakan pelukis yang bangga disebut sebagai kepala pasr PSLI, M. Anis dan beberapa tokoh besar lainnya, katanya.
Dizaman pergerakan Reformasi 1998, yang mungkin Risma tidak pernah terlibat dalam pergerakan, tidak akan pernah tahu bahwa di masjid itulah ribuan aktifis selalu menjadikan tempat diskusi dan sholat berjamaah ketika aksi-aksi usai dan akan dilakukan. Begitu juga mungkin Armuji yang saat ini menjadi Ketua DPRD Surabaya, tidak pernah melakukan Sholat berjamaah ditempat itu atau ketika masa-masa reformasi, armuji juga jarang singgah untuk melakukan sholat ditempat itu, sambungnya.
Robohnya Rumah Siar Bung Tomo, Rumah tempat berkumpulnya Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia ( BPRI ) dan Masjid Assakinah, menunjukkan betapa tumpulnya moralitas dan rasa para pemimpin kota ini. Sehingga berharap dari mereka untuk membangun kota yang beradab, adalah hal yang mustahil. Robohnya dua bangunan bersejarah di Surabaya, setidaknya menyiratkan bahwa rakyat Surabaya harus mulai bergerak, wajah para pemimpin kota ini telah menjadi “ monster “ bagi bangunan peradapan. Para pemimpin kota ini baik walikota maupun Ketua DPRD nya bekerja atas dasar nafsu syahwat membangunnya yang begitu tinggi dan menghalalkan segala cara atas nama pembangunan. Tak pernah mereka mau berdialog dengan rakyat, rakyat dianggap bodoh dan tak mengerti.
Saatnya rakyat Surabaya menyadari bahwa selama ini mereka diperdayai dengan kebijakan pembangunan pemerintah kota Surabaya dan diawasi oleh DPRD nya. Para aktifis, seniman, tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta kaum mahasiswa, buruh dan lain-lain yang cinta terhadap Surabaya saatnya bergerak. Cengkaraman para pemilik modal dan mafia peradapan atas nama pembangunan sudah masuk ke para pemimpin kota ini, kalau kita diam, suatu saat kita akan berteriak Kembalikan Surabayaku.
Berkaitan dengan robohnya masjid Assakinah , Komunitas Bambu Runcing Menyerukan Kepada Rakyat untuk bersatu melawan kesewenangan ini dan menuntut agar masjid Assakinah tetap berdiri ditempat semula sebagai tampak depan dari gedung DPRD yang akan dibangun.
Menurut salah penyelamat cakar budaya yang tergabung dalam komunitas bambu runcing Surabaya mengatakan kepada awak media selasa (31/10/17), semoga dengan perjuangan yang kami lakukan dapat membuka hati nurani para penguasa dan bisa menghargai Arti sejarah yang ada, katanya. (Bnd/Sbt)