SURABAYA – Majelis Hakim dan jaksa penuntut umum hanya bisa geleng-geleng mendengar kesaksian Agus Yulianto dalam sidang lanjutan perkara penyadapan degan menggunakan GPS di Pengadilan Negeri Surabaya, Jalan Arjuno, Rabu (17/05)
Dalam sidang itu, Agus yang menjadi pemilik toko penjualan GPS tersebut menjadi saksi terhadap Anis, mantan pembelinya.
Ketua Majelis Hakim Wayan Sosiawan berulang kali membentak Agus karena berbelit-belit menjawab pertanyaan dari Bowo SH MH kuasa hukum terdakwa. Namun Agus tetap saja berbelit-belit menjawabnya. Pertanyaan tersebut ialah soal legalitas yang dimiliki toko Agus dalam menjual peralatan sadap GPS yang pernah dia pasang di mobil Toyota Grand Livina abu-abu milik terdakwa Anis
“Kalau gak punya ijin katakan tidak punya, jangan berbelit-belit. Sistim pemasaran GPS yang kamu jual bagaimana,? Apa kamu juga menyimpan rekaman data pengguna GPSmu di server. Ayo jawab yang jelas,” tegur ketua majelis hakim.
Sebelumnya, Agus sempat menjawab jika tokonya mempunyai ijin layaknya sebuah toko, namun dia ragu-ragu apakah harus mempunyai ijin khusus dalam menjual peralatan sadap seperti GPS. Apalagi pemasangan GPS itu hanya dipercayakan kepada mekaniknya saja tanpa dilakukan pengawasan yang ketat
“Saya hanya tau dia datang dan minta mobilnya dipasangi GPS, pasang di mobilku. GPS itu dipasang di dashboard, harganya Rp 2,2 juta dan dibayar secara transfer oleh Anis,” jawab Agus yang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) polisi menyatakan jika GPS yang dibeli oleh terdakwa Anis secara tunai.
Saksi Agus Yulianto juga menerangkan jika dirinya tidak tidak tau apakah GPS yang disita penyidik kepolisian itu benar-benar milik terdakwa atau milik orang lain
“Saya tidak tau ini milik Anis atau milik orang lain. Server untuk GPS saya hanya diperiksa polisi tapi tidak diamankan sebagai barang bukti,” terang Agus.
Kepada majels hakim, Agus memaparkan kalau GPS itu fungsinya menerima data dari satelit, selanjutnya data itu dikirim ke server, sehingga yang punya GPS bisa melihat obyek yang sudah dipasangi GPS.
” Jadi kemanapun mobil dipasang GPS, diketahui keberadaannya,” papar saksi Agus Yulianto.
Sementara itu, Bowo SH MH kuasa hukum terdakwa Anis diakhir persidangan mempertanyakan dakwaan jaksa penuntut atas perkara ini, sebab kata Bowo, dalam KUHP tidak diatur soal pasal penyadapan atau intersepsi,
“Yang ada hanya dalam undang-undang khusus, perkara GPS ini baru pertama kali ini disidangkan di pengadilan,” bantah Bowo.
Berdasarkan Dakwaan Nomor 3461/Pid.Sus/2016/PN.SBY bahwa terdakwa Akibatnaya, dilaporkan oleh Ifa Fitria, akibat memasang alat sadap GPD dimobil Grand Livina NoPol L 1114 BL secara ilegal.
Pemasangan GPS ilegal ini diketahui Ifa Fitria pada hari Sabtu bulannya lupa tahun 2015 saat terdakwa mengambil mobil pagi hari pada saat saksi sedang tidur dan mengembalikan jam 2 siang.
Atas perkara ini, terdakwa di duga melanggar pasal 31 ayat 2 Jo Pasal 47 UU Nomer 11 Tahun 2008 Tentang ITE.(*Tim)