Dugaan Korupsi Alquran, Politisi Golkar PBS Diduga Terlibat

JAKARTA– Keterlibatan Priyo Budi Santoso dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama dibeberkan oleh Fadh El Fouz alias Fadh A Rafiq kepada penyidik KPK.

Fadh membeberkan dugaan keterlibatan Priyo pada saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK. Dia mengaku semua yang diketahui tentang dugaan keterlibatan Priyo sudah dibeberkan pada Penyidik KPK.

“(Pemeriksaan tadi) Dicek soal (adanya keterlibatan) Priyo saja tadi,” kata Fadh usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Dia menepis pemeriksaan kali ini juga dikonfirmasi terkait dengan adanya dugaan keterlibatan Nasaruddin Umar. Ia hanya ditanya soal keterlibatan Priyo dan itu sudah disampaikan ke penyidik KPK.

“Enggak, enggak ada pertanyaan itu (soal Nasaruddin Umar),” kata Fahd.

Nama mantan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso memang disebut ikut terlibat dalam kasus korupsi proyek Alquran.

Nama Politikus Golkar itu sebelumnya muncul dalam rekaman penyadapan di sidang Zulkarnaen Djabar dan putranya Dendy Prasetya, beberapa waktu lalu. Keduanya saat ini sudah menjadi terpidana dan tengah menjalani masa hukuman.

Mulanya, terdengar suara Zulkarnaen yang tengah membicarakan anggaran Kemenag dengan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR). Di tengah pembicaraan itu, Fahd tiba-tiba menyela dengan sebuah pertanyaan.

“Yang punya PBS aman ya?” kata suara Fahd.

Kemudian dijawab oleh Zulkarnaen, “Aman, kita kan global controller.”

Selanjutnya, Fahd mengatakan, ada perubahan untuk Bengkulu Utara. Lalu, suara Zulkarnaen mengatakan sejauh ini tetap aman. “Tidak ada, Nando saya telepon, dia katakan sejauh ini aman,” begitu bunyi rekaman itu.

Sadapan pembicaraan antara Fahd dan Zulkarnaen ini pun memunculkan nama Tamsil Linrung. “Tamsil Linrung katanya ngeluarin data, coba saya carikan datanya,” kata Fahd kepada Zulkarnaen dalam rekaman.

Zulkarnaen kemudian menjawab, “Jangan sampai kayak kasus Wa Ode lagi. Kasih tahu kawan itu luar biasa perjuangan ini,” katanya.

Menurut Zulkarnaen, yang dimaksud dengan PBS ini adalah Priyo Budi Santoso. Nama PBS juga muncul dalam surat dakwaan Zulkarnaen dan Dendy yang dibacakan dalam persidangan perdana kasus dugaan korupsi proyek Kemenag beberapa waktu lalu.

Dalam surat dakwaan, tim jaksa KPK menuliskan PBS sebagai singkatan dari Priyo Budi Santoso.

Hal ini berdasarkan catatan tangan Fahd yang ditemukan penyidik KPK. Dalam catatan tersebut, PBS disebut mendapatkan jatah fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dan pengadaan Al Quran 2011 di Kemenag.

Fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer 2011 yang nilainya Rp 31,2 miliar tersebut mengalir ke enam pihak, yakni ke Senayan (Zulkarnaen) sebesar 6 persen, ke Vasco Ruseimy atau Syamsu sebesar 2 persen, ke kantor sebesar 0,5 persen, ke PBS (Priyo Budi Santoso) sebesar 1 persen, ke Fahd sendiri senilai 3,25 persen, dan kepada Dendy sebesar 2,25 persen.

Dari pengadaan Al Quran 2011 senilai Rp 22 miliar, kembali disusun pembagian feeyang rinciannya sebesar 6,5 persen ke Senayan (Zulkarnaen), 3 persen mengalir ke Vasco/Syamsu, sebesar 3,5 persen ke PBS, sebesar 5 persen untuk Fahd, 4 persen untuk Dendy, dan 1 persen untuk kantor.

Fahd A. Rafiq resmi ditetapkan tersangka lantaran diduga melakukan korupsi pada dua proyek Kemenag. Dua proyek di Kemenag tersebut yakni, proyek pengadaan Alquran dan proyek pengadaan alat laboratorium Madrasah Tsanawiyah tahun anggaran 2011 – 2012.

Fahd diduga menerima uang hingga Rp.3,4 miliar dari total keseluruhan dua proyek tersebut sebesar Rp14,8 miliar. Fahd sendiri merupakan tersangka ketiga dalam kasus korupsi ini setelah mantan anggota Komisi VIII DPR, Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetya dijebloskan ke penjara terlebih dahulu.

Atas perbuatannya, FEF disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 5 ayat (2) Jo ayat (1) huruf b dan lebih subsidair Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dn Pasal 65 KUHP.